Sabtu, 08 Juni 2013

Ya Tuhan, Lindungi Bapak & Ibu Berdemo



“Lama sekali jam 6 datang” ujarku dalam hati. Di sudut kasur kapuk aku gelisah menunggu datangnya jam 6, dari jam yang kulihat menggantung maka masih sekitar 2 jam lagi datangnya. Aku semakin gelisah. Aku tak boleh bangun sekarang, nanti bisa mengganggu tidur bapak dan ibu dan aku bisa dipukul ibu laiknya waktu ibu memukul nyamuk yang biasa masuk dari sela-sela papan kayu dinding rumahku. Tapi perutku semakin kriuk-kriuk tak beraturan yang memancingku guling-guling di kasurku ke kanan-kiri, aku hanya bisa memegangi perutku yang lapar. Aku tak makan malam sebelumnya, habis mandi sepulang bermain-main aku langsung tidur, bapak dan ibu belum pulang sampai waktu nyaris tengah malam.
Beberapa hari ini, hampir tiap hari bapak dan ibu selalu pulang larut, sibuk sekali, katanya mereka ikut berdemo di siang hari dan ikut rapat di malam harinya. Bapak ikut demo menolak penggusuran rumah kami yang kawasannya akan dijadikan kawasan hijau, rumah kami dianggap mengganggu pemandangan, padahal daripada demo bapak dan teman-temannya seharusnya bergotong royong mengecat rumah-rumah menjadi warna hijau saja. Tapi namanya juga orang tua, telalu keras kepala, persoalan warna saja sampai berlarut-larut. Berbeda lagi dengan ibu, kalau ibu ikut demo bersama pedagang-pedagang pinggir rel kereta api. Kabarnya, tempat biasa ibu berdagang juga akan digusur oleh pemerintah, kali ini bukan soal warna, tapi demi keamanan dan keselamatan ibu dan para pedagang lainnya sendiri. Yang membuatku jadi bingung, kalau tujuannya sangat baik untuk para pedagang, kenapa ibu dan teman-teman pedagangnya harus capek-capek berdemo dan menentang penggusuran. Memang para orangtua, suka yang aneh-aneh.
Semenjak bapak dan ibu selalu pulang larut karna ikut demo, aku jadi jarang sekali makan malam, sehingga pagi-pagi sekali seperti ini aku harus meringkuk kelaparan. Ibu sering lupa meninggalkan makanan terlebih dahulu sebelum berangkat demo atau pun sebelum pergi rapat dan apalagi ayah, tak pernah mampir bawakan makanan sebelum berangkat rapat lagi. Aku tinggal sendiri di rumah, tak ada makanan buat makan malam. Untung-untung masih ada sisa makanan tadi pagi atau uang-uang receh dalam kaleng susu diatas meja makan kukumpulin buat beli makanan. Ah iya, tapi bagaimanapun aku lebih takut kalau ibu gak berangkat demo. Kemarin senen, dari dalam kamar, aku dengar ibu ngomong ke bapak:
Nek daganganku digusur, awake dewe kudu mangan opo?” makanya ibu harus demo setiap hari barangkali. Aku takut kalau-kalau ibu gak demo, trus dagangan ibu digusur. Aku bisa lebih susah buat makan, belum digusur saja aku sudah susah buat makan, bisa-bisa bukan hanya makan malam yang jarang kudapat, makan pagi pun aku bisa gak dapat.
Perutku semakin susah diajak berteman, semakin kencang aku guling-guling aku ditempat tidur sambil memegangi perutku yang lapar. Gara-gara menahan lapar aku pasti susah tidur. Kalau keadaan begini, biasanya aku cuma tidur 4 jam dan nanti di sekolah pasti ketiduran. Oh iya, aku juga dengar bapak juga ngomong ke ibu yang bikin aku makin takut kalau bapak gak pergi demo sehari saja, kemarin bapak bilang:
Lah nek omahe kene digusur, trus awake dewe turu nang ndi? Mosok balik kampung? Isin lah aku” Kalau bapak gak mau pulang kampung karna malu, terus rumah kami jadi digusur, aku bakal makin susah buat tidur dong. Kalau tidur di masjid masih mending sih, tapi kalau nanti tidurnya di taman atau trotoar, bisa habis aku dimakan nyamuk.
Sayup-sayup kudengar, suara adzan subuh berkumandang. Aku pun lekas terbangun dan keluar untuk mengambil wudhu. Ibuku tersentak bangun.
“Adek mau sholat subuh bu..”Aku jelaskan pada ibu mengapa aku tumben bangun begitu pagi. Ibuku tersenyum melihatku.
Aku mau sholat dan doa pada Tuhan, semoga Tuhan lindungi bapak dan ibuku berdemo hari ini, biar aku bisa kembali makan teratur dan tidur nyenyak.

Jakarta, Mei 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar