Sabtu, 27 Juli 2013

Percakapan Di Cafetaria

Secangkir kopi untuk berdua
Rokok pun kita bagi sama rata
Tatap mata bertemu kebetulan
Dalam bayang-bayang gelap rembulan


Tiba-tiba waktu kau teriak:
"Anjing kau!"
Lain waktu kau malah berucap:
"Aku cinta kau..."


Kita tak benar-benar larut dalam secangkir kopi
Tapi kita selalu hirup asap rokok yang sama
Kita pun pernah terjebak dalam sepi
Dan juga terkurung dalam rindu yang fana

Dibalik bisik-bisik rumpi meja sebelahSayup kudengar igauanmu bertanya:
"Siapa kau?"

Surabaya, 27 Juli 2013

Sabtu, 20 Juli 2013

Wanita Pemakai Jaket Adidas Merah Jambu


Yeni tak pernah tahu kalau dalam hidupnya ia harus mendapatkan pengalaman yang begitu mengguncang hidupnya. Sebagai gadis desa berparas ayu dan berpikir polos, ada kalanya hal aneh menghampiri dan akan menjadi pelajaran gratis untuk Yeni dalam hidupnya, tapi peristiwa yang satu ini sungguh berbeda.
Empat tahun lalu, bersama Mbak Citra, Yeni naik kereta ekonomi dari Klaten ke Jakarta untuk mengadu nasib. Setelah beberapa kali berhasil lolos dari operasi yustisi, Yeni kini bolehlah dibilang orang ibukota, sebagaimana sebutan orang-orang kampungnya. Yeni sekarang tinggal di rumah Nyonya Rosa yang memiliki pagar tinggi, sebagai pembantu rumah tangga orang kaya.
Sebagai pembantu di rumah Nyonya Rosa yang memiliki pagar tinggi, hidup Yeni dapat dikategorikan tentram dan jauh lebih baik daripada hidup dikampungnya dulu. Diluar jatah makan tiga kali sehari, setiap bulannya Yeni masih juga dikasih duit sama Nyonya Rosa satu juta lima ratus ribu rupiah. Setengah dikirimnya kekampung dan setengahnya lagi ditabungnya sendiri, barangkali cukup buat modal kawin dengan bang Tejo, supir bapak mantan mentri sosial. Sampai tibalah waktu, sesuatu mulai datang mengganggunya hingga akhirnya akan mengguncang jiwanya begitu hebat.
Ada seorang wanita berambut keperakan, memakai sepatu kets bewarna perak dan mengenakan jaket merk adidas warna merah jambu yang saban pagi selalu lari pagi melewati rumah Nyonya Rosa yang memiliki pagar tinggi. Pertama kali dan berikut-berikutnya Yeni selalu melihat wanita itu ketika hendak beli sayur sawi tiga ikat dan kebutuhan dapur lainnya dari tukang sayur genit yang kerap goda Yeni. Wanita ini eksentrik dan sangat menarik perhatian Yeni, tergoda rasa ingin tahu tinggi, Yeni tanyakan perihal Wanita itu ke tukang sayur, tukang sayur geleng kepala tidak tahu. Yeni sms bang Tejo, cuma dibalas singkat: tidak tahu. Huft, apabila bang Tejo tidak tahu barangkali si Surip, tukang kebon Nyonya Rosa yang tahu. Penasaran ia pendam dulu hingga siang nanti Surip datang kerja.
“Rip, kowe tau ndelok wong wedok yang senang lari pagi di komplek ini gak? Aku tadi pagi lihatnya”
“Wah yo akeh to Yen, sing ndi sik?”
“Dia pakai sepatu kets warna perak dan jaket merk adidas merah jambu, warna rambutnya keperakan. Wajahnya gak gitu jelas tadi”
“Wah rika tenanan ndelok uwong kae? … “ Surip terdiam dan melengos pergi, jalan tertunduk menuju kebon depan rumah, meninggalkan Yeni dalam tanda tanya besar.
Yeni sadar bahwa ada suatu misteri tentang wanita ini, tengkuknya merinding hebat dan pikirannya mendadak kalut, adakah ia melihat yang bukan-bukan? Ia coba tenangkan diri dan teringat kalau Mbak Citra dulu sempat lama kerja jadi pembantu juga di komplek ini maka segera saja ia ingin telpon mbak Citra. Tapi Nyonya Rosa memanggilnya dan menyuruhnya bantu-bantu mempersiapkan ruang tamu untuk menyambut teman-teman suami Nyonya Rosa, ia urungkan niatnya telpon mbak Citra sebentar.
Selepas bantu Nyonya Rosa mempersiapkan ruang tamu, Yeni punya waktu bebas, Tuan dan Nyonya pasti akan sibuk sekali bercengkerama dan sebagaimana kebiasaan, Nyonya Rosa yang akan turun tangan langsung untuk melayani tamu-tamu Tuan, tidak boleh Yeni, takut kalau Yeni digoda teman-teman suami Nyonya Rosa yang genit-genit dan itu akan buat Nyonya Rosa merasa Yeni telah mengalahkan kecantikannya. Memanfaatkan waktu senggang ini Yeni pun menyelinap keluar menemui bang Tejo di rumah mantan mentri sosial yang tidak jauh dari sini, mau menceritakan soal rasa penasarannya atas wanita pemakai jaket adidas merah jambu yang dilihatnya setiap pagi, sekaligus barangkali bang Tejo ada waktu untuk bercinta dengan Yeni.
“bang Tejo, aku penasaran ihh sama wanita yang sering lari pagi depan rumah itu” curhat Yeni sambil bergayut manja menempelkan buah dadanya ke lengan Tejo.
“ah Yen, jangan terlalu kau pikirkan, barangkali dia cuma wanita biasa, banyak kan sekarang lansia yang rajin lari pagi”
Yeni teringat sesuatu, ia tadi hendak telpon mbak Citra, buru-buru ia minta izin Tejo untuk keluar sebentar kebawah pohon pisang menelpon Citra. Alih-alih bicarakan wanita pemakai jaket adidas merah jambu yang misterius, Yeni dan Citra justru nostalgia tukar kangen dibumbui gosip soal asmara Risma, tetangga Citra dan juga sepupu Yeni, yang konon kabarnya hamil diluar nikah. Tidak terasa hampir satu jam mereka mengobrol lewat telpon. Udara malam yang dingin menembus tulang Yeni dan suasana dibawah pohon pisang buat Yeni sadar takut, suasana begitu mencekam, bergegas ia sudahi telpon mereka dan masuk menemui Tejo dan alangkah terkejut juga tergoncangnya Yeni.
Yang ia lihat adalah bang Tejo yang disayanginya bermesraan dengan wanita yang sedang mengenakan jaket adidas warnah merah jambu. Ia terkejut bahwasanya baru ditinggal sebentar, Tejo begitu gampangnya main gila di depan Yeni dan yang membuat ia begitu terguncang hebat adalah kenyataan untuk mengetahui wanita pemakai jaket adidas warna merah jambu itu adalah Nyonya Rosa, yang memiliki pagar tinggi, majikannya sendiri.

Bandung. 20 Juli 2013

Minggu, 07 Juli 2013

Biar Kubacakan Kau Satu Puisi #2


Lagi-lagi senja, kali ini berhadapan dengan perempuan yang bernama Juli, janji kencan di warung kopitiam, di Pasar Minggu. Ada singkong goreng sebagai kudapan dan juga dua cangkir kopi diantara aku dan dia, yang mana merangsang-rangsang untuk segera dilahap, bukan Juli tapi singkong goreng itu maksudku. Tak tahan kupandang wajahnya dan senyumnya yang manis dengan gigi ginsul  yang muncul malu-malu meluar garis bibirnya yang tipis. Sebentar kualihkan mataku, mengarah pada kata-kata di dinding yang mengutip sajak Chairil Anwar, aku tersentak. Kutawarkan pada gadis manis dihadapanku, apakah ia keberatan bila kubacakan satu puisi?
“Puisi? Aku baru kali ini dibacakan puisi, puisi siapa?”
“Puisi Chairil Anwar, bagus nih puisinya” Mataku kali ini tertuju pada telepon genggamku, mencoba mencari sajak lengkap Chairil Anwar tersebut.
“Apa judulnya?”
“Lagu Biasa, nah ini dia, mau ya kubacakan ya..”
Ia mengangguk pelan, sambil tersenyum. Tangannya memangku dagunya dan menunjukkan isyarat bahwasanya ia sudah siap dengarkan puisi yang akan kubacakan.
Di teras rumah makan kami kini berhadapan, 
 Baru berkenalan. Cuma berpandangan
Kami berhadapan dan mata beradu, berpandangan. Lututku lemas, seakan-akan puisi ini menemukan rohnya sendiri. Kubakar rokokku dan kuhisap perlahan, untuk sadarkan diri.
Sungguhpun samudra jiwa sudah selam berselam
Masih saja berpandangan,
Dalam lakon pertama
Orkes meningkah dengan Carmen pula
Membayangkan pada komposisi Georges Bizet dan libretto Henri Meilhac, aku terbawa suasana sendiri dan larut dalam melodi yang juga dimainkan sendiri oleh kepalaku. Terasa sungguh berkelas. Kucuri pandang wajahnya lewat sudut kacamataku, ia mengerling, ia ketawa dan rumput kering terus menyala. Kemudian ia berkata, dengan suaranya yang nyaring tinggi.
“Aku suka kau bacakan puisi itu”
Darahku pun terhenti berlari.
Ketika orkes memulai Ave Maria
Kuseret ia kesana..

Serang, 07 Juli 2013