Rabu, 14 Agustus 2013

Berwisata Ke Kebun Binatang Surabaya


Saat diberitahu mendapat tugas ke Surabaya untuk sebulan, yang pertama terlitas dalam pikiranku adalah mengunjungi Kebun Binatang Surabaya atau yang biasa disebut KBS. Beberapa waktu yang lalu, KBS menjadi sorotan publik, baik di jejaring sosial, perbincangan di televisi bahkan kabarnya menarik perhatian internasional. Entahlah waktu itu aku hanya baca-baca berita terkait itu secara sekilas, namun yang pasti KBS adalah tempat pertama yang kujadwalkan untuk berakhir pekan pertama selama di Surabaya.
Sabtu pagi, sekitar jam delapan, dengan naik angkutan umum aku berangkat ke KBS, bermodal petunjuk arah jalan dari teman sekantorku. Jaraknya lumayan jauh dari tempatku tinggal sementara, sekitar 30 menit perjalanan menggunakan angkutan umum. Turun di terminal Jayabaya, jalan kaki sedikit menuju lokasinya, tidak jauh kali ini. letak KBS sendiri barangkali bisa disebut di tengah kota, karna tidak terpencil melainkan diantara jalan-jalan raya besar yang ramai lalu lalang kendaraan. Pemandangan pertama sesampainya di KBS adalah patung Suroboyo yang sedang dipugar dan pemandangan kedua adalah tenda yang ada di pelataran pintu masuk KBS yang bertuliskan; Tenda Penderitaan Karyawan KBS. Pemandangan tersebut mengamini tujuanku yang snob yaitu menyaksikan penderitaan. Bahayanya kalau banyak pengunjung dengan niat sama sepertiku.
Sampai di KBS waktu itu sekitar jam sembilan pagi, dan keadaan belum begitu ramai. Setelah membayar tiket masuk 15.000 rupiah, aku masuk ke area kebun binatang. Harusnya aku kecewa, karna niatku yang ingin bertamasya penderitaan tidak sepenuhnya terwujud karna kondisi KBS sendiri sungguh menyenangkan bukan menggenaskan seperti yang kupikirkan sebelumnya. Puji Tuhan, ternyata perkiraanku salah. Meskipun beberapa kandang kelihatannya kusam, tapi masih dapat dikatakan layak huni. Area kebun binatangnya sendiri bersih dan sejuk, tidak ada sampah berserakan seperti yang diberitakan jauh-jauh hari dulu. barangkali pembenahan sudah dilakukan disana sini. Beberapa papan disponsori merk eskrim terpancang bertuliskan bahwa hewan-hewan tersebut telah diberi makan yang baik. Suasana yang menyenangkan.
Puji Tuhan kedua adalah pemugaran terus berjalan, beberapa tukang mengecat tampiln depan kandang agar terlihat segar. Beberapa petugas angkut mengangkut pohon besar barangkali untuk ditanamkan disamping kandang monyet. Dan hewan-hewan yang menjadi penghuni kandang itu sendiri, meski tidak semua kandang berpenghuni, terlihat tidak mengalami lagi penderitaan yang mungkin harus dialami rekan-rekannya yang tumbang duluan dan jadi syahid. Doa berjalanku, semoga saja penglihatanku benar adanya. Aku sendiri tidak mendalami standar yang baik untuk kebun binatang, tapi kesimpulan pertamaku adalah ada perubahan berarti dari berita yang diceritakan.
But good news isn’t news, disamping instalasi tenda penderitaan karyawan, yang tidak tertutup oleh euforia ku terhadap kondisi baik KBS adalah sepinya pengunjung. Ada rombongan turis Jepang, beberapa pasangan muda dan yang paling banyak adalah fotografer atau orang-orang berkalungkan kamera dslr. Untuk kategori pengunjung yang terakhir, bisa jadi berniat sama denganku pada awalnya, wisata penderitaan. Tidak banyak jumlahnya, sampai lewat jam makan siang pun, KBS masih lengang di hari sabtu yang mana berbeda 180 derajat dengan tempat yang kudatangi setelah KBS, Tunjungan Plaza & Ciputra World Mall yang sesak akan pengunjung.
Yah bagaimanapun, kebun binatang memiliki fungsi lain disamping pemberdayaan & pelestarian fauna yaitu tempat rekreasi. Terma tempat rekreasi dengan hewan-hewan dikandangnya sebagai panggung pertunjukan, etis tidak etis. Apabila kurang etis, maka sorotan saya adalah peranannya sebagai ruang publik. Mengutip kata-kata Jerry Meguire; we live in cynically world and we work in business of though competitors. Kompetisinya adalah perebutan daya tarik masyarakat. Mampuslah taman kota, kebun binatang, perpustakaan, dan ruang publik konvensional lainnya kalau kenyataannya ruang kota yang digerus pusat perbelanjaan ternyata terbukti lebih mampu memenuhi kebutuhan masyarakat akan ruang. Kebun binatang hadir dengan peran sebagai tempat rekreasi dalam persaingan yang begitu berat melawan digdayanya animo yang terserap oleh pusat-pusat perbelanjaan atau fasilitas-fasilitas komersial rekreatif. Tralalala, kita tidak hanya hidup di dunia yang begitu sinis tapi juga ironis.
Ironis karena, Kebun binatang sesungguhnya lebih edukatif dibandingkan Mall kalah menawan ketertarikan pengunjung. Ironis juga karena kita menyalahkan manajemen buruk yang tidak mampu mengurus hewan-hewan dikandang sedangkan sementara kita memuja keberadaan mall dan mungkin tidak akan peduli sebelumnya dengan keberadaan KBS sampai pada hewan-hewan didalamnya barangkali harus mati atau diberitakan begitu menyedihkan. Namun tidak bisa disalahkan juga, karna masyarakat, yang menjadi konsumen ruang publik sendiri, akan memilih tempat yang lebih menarik untuk memenuhi nafsu konsumsinya. Kenyataannya Mall mampu memenuhinya. Kalau dalam bukunya Stephen Carr dan teman-temannya judulnya Public Spaces, kategori ruang publik sebagai responsive spaces yang mana sebagai pemenuhan kebutuhan publik itu sendiri dapat diakomodasi sempurna oleh Mall tampaknya.
Yang pasti dengan aku melihat ada anak-anak yang tertawa kegirangan melihat ayahnya beri makan kue ke Beruang dan melihat ada Jerapah yang tersenyum kikuk sudah memuaskan nafsu atas konsumsi akan ruang di akhir pekan itu. Juga yang terlebih penting, aku puas dengan kegagalan wisata penderitaan saya dengan tidak lagi melihat ada hewan yang lemas, sekarat ataupun tidak berdaya di KBS. 

Surabaya,   14 Agustus 2013

Sabtu, 03 Agustus 2013

Melancholic Bitch-Tentang Cinta

Sejak terakhir menonton mereka secara langsung 2 tahun lalu di LAF, mereka tampil di Jakarta, beberapa waktu lalu. Gigs paling oke doke yang kutonton sepanjang tahun ini!