Sabtu, 08 Juni 2013

Manekin & Etalase


Entah kemudian siapa yang lebih perkasa, manekin itu atau etalase-nya. Keduanya hanya terdiam dalam sunyi setelah ditinggal hiruk pikuk pengunjung pusat perbelanjaan tempat keduanya berdiam. Beberapa menit yang lalu, petugas kebersihan telah pula menyelesaikan pekerjaannya untuk mengepel lantai, melap jendela kaca, dan membersihkan sampah yang ada saja bertaburan dimana-mana, padahal ini pusat perbelanjaan, mewah pula.

Lampu telah dipadamkan di seluruh penjuru ruangan kecuali satu yang tertinggal untuk dimatikan, satu lampu yang menerangi manekin dan etalase pakaian olahraga buatan Jerman. Manekin tadi yang sepanjang hari diam mematung mulai angkat bicara dan memaki dinding kaca etalase yang di depannya dengan segala sumpah serapah. Memang kebiasaan manekin itu memaki si etalase yang tenang, barangkali caci maki itu untuk melepaskan penat si manekin.

“Heh bangsat! Kenapa terus diam? Sudah tak ada orang disini” seloroh si manekin kepada dinding kaca etalase yang memisahkannya dari sentuhan tangan manusia. Dinding kaca etalase itu tak mau menyahut makian manekin dan hanya menyerapnya menyeluruh. Gema caci maki hanya dibiarkan memantul kembali ke manekin itu sendiri oleh etalase. Namun rasa penasaran manekin semakin menjadi-jadi.

“Bajingan… Heh bodoh kau bisu atau apa? Sejak awal aku disini kau tak pernah bicara”
“Dasar tolol, diamlah! Aku hanya etalase dan kau manekin, kita tak seharusnya dapat bicara!” sahut etalase yang akhirnya bicara juga.

Yogyakarta, 31 Mei 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar