Minggu, 07 Juli 2013

Biar Kubacakan Kau Satu Puisi #2


Lagi-lagi senja, kali ini berhadapan dengan perempuan yang bernama Juli, janji kencan di warung kopitiam, di Pasar Minggu. Ada singkong goreng sebagai kudapan dan juga dua cangkir kopi diantara aku dan dia, yang mana merangsang-rangsang untuk segera dilahap, bukan Juli tapi singkong goreng itu maksudku. Tak tahan kupandang wajahnya dan senyumnya yang manis dengan gigi ginsul  yang muncul malu-malu meluar garis bibirnya yang tipis. Sebentar kualihkan mataku, mengarah pada kata-kata di dinding yang mengutip sajak Chairil Anwar, aku tersentak. Kutawarkan pada gadis manis dihadapanku, apakah ia keberatan bila kubacakan satu puisi?
“Puisi? Aku baru kali ini dibacakan puisi, puisi siapa?”
“Puisi Chairil Anwar, bagus nih puisinya” Mataku kali ini tertuju pada telepon genggamku, mencoba mencari sajak lengkap Chairil Anwar tersebut.
“Apa judulnya?”
“Lagu Biasa, nah ini dia, mau ya kubacakan ya..”
Ia mengangguk pelan, sambil tersenyum. Tangannya memangku dagunya dan menunjukkan isyarat bahwasanya ia sudah siap dengarkan puisi yang akan kubacakan.
Di teras rumah makan kami kini berhadapan, 
 Baru berkenalan. Cuma berpandangan
Kami berhadapan dan mata beradu, berpandangan. Lututku lemas, seakan-akan puisi ini menemukan rohnya sendiri. Kubakar rokokku dan kuhisap perlahan, untuk sadarkan diri.
Sungguhpun samudra jiwa sudah selam berselam
Masih saja berpandangan,
Dalam lakon pertama
Orkes meningkah dengan Carmen pula
Membayangkan pada komposisi Georges Bizet dan libretto Henri Meilhac, aku terbawa suasana sendiri dan larut dalam melodi yang juga dimainkan sendiri oleh kepalaku. Terasa sungguh berkelas. Kucuri pandang wajahnya lewat sudut kacamataku, ia mengerling, ia ketawa dan rumput kering terus menyala. Kemudian ia berkata, dengan suaranya yang nyaring tinggi.
“Aku suka kau bacakan puisi itu”
Darahku pun terhenti berlari.
Ketika orkes memulai Ave Maria
Kuseret ia kesana..

Serang, 07 Juli 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar