Pelajaran Mengarang (Cerpen Pilihan Kompas 1993) |
Waktu itu hari sudah menjelang sore,
saya dan seorang teman lagi mengunjungi kost senior saya di kampus dan di
organisasi kemahasiswaaan. Saya lupa tujuan kami mengunjungi senior yang satu
itu, yang pasti untuk belajar, belajar apa saja yang bisa dipelajari darinya.
Yang saya ingat, di dalam kamarnya buku-buku bertumpuk, bertebaran,
terselip-selip bersama abu dan punting rokok yang entah menjadikan kamar itu
jorok atau estetis. Diantara buku yang bertumpukan itu terselip buku berjudul
Pelajaran Mengarang, saya ambil dan lihat sampul depannya, cerpen pilihan
kompas tahun 1993. Singkat cerita saya meminjam buku itu, tentu saja beserta
buku-buku lain miliknya untuk dibawa pulang.
Pelajaran Mengarang, sekilas lebih
mirip judul buku panduan penulisan atau cara cepat mengarang. Judul buku
tersebut diambil dari judul salah satu cerpen di dalamnya karya Seno Gumi
Ajidarma (SGA). Buku ini bersampul warna hitam dan ilustrasi wanita bertanda
bintang di pipi, selain cerpen SGA ada juga cerpen Bondan Winarno, Bre Redana,
Putu Wijaya, dan lainnya. Berhubung saya ikut-ikutan dalam proyek
#5BukuDalamHidup, saya tidak hendak membedah isi buku ini tapi menceritakan
bagaimana buku ini terhitung spesial sekaligus mempengaruhi dalam hidup saya.
Secara garis besar ada dua hal yang menjadi akibat dari buku ini, yang pertama
adalah saya menyukai cerpen setelah membaca buku ini dan yang kedua saya mulai
“memburu” buku juga akibat dari buku ini.
Dalam hal pertama, dalam hal menyukai
cerpen, saya mulai menikmati cerpen sekaligus saya mulai mengikuti cerpen
kompas berawal dari buku ini. Semenjak membaca buku ini, Format cerpen menjadi
kesukaan saya, ringkas dan padat menjadi salah satu format penulisan sastra
favorit saya, setelah novel. Imbasnya adalah, sesudah menyukai format cerpen
tersebut, menulis cerpen menjadi daya tarik tersendiri bagi saya. Saya bukan
penulis dan juga bukan tergolong orang yang rajin dalam menulis sehingga format
cerpen menjadi kesukaan saya yang tak tahan menulis beratus-ratus halaman. Saya
pun mengenal adanya cerpen mingguan di Kompas, setiap edisi hari minggu. Saya mulai
keranjingan membeli Kompas setiap hari minggu hanya untuk membaca bagian itu.
Buku ini juga menjadi medium pertemuan
intim saya dengan cerpen-cerpen SGA lainnya. Sebelumnya saya memang pernah
sekilas lalu membaca cerpennya di internet, namun cerpennya yang menjadi judul
buku ini membuat saya jatuh hati pada cerpen dan pada gaya tulisan SGA. Dalam
cerpen Pelajaran Mengarang tersebut diceritakan ada kondisi sosial yang
ditangkap SGA, ada dilema dan drama seorang anak yang memiliki ibu seorang
pelacur. Dalam hal mempengaruhi, konteks isi cerpen tersebut mempengaruhi
selera saya dalam memilih cerpen yang enak atau baik untuk dibaca. Tema-tema
sosial semacam itu, realis barangkali.
Dalam hal yang kedua, saya menjadikan
kumpulan cerpen kompas menjadi seri buku yang saya buru untuk dikoleksi. Kumpulan
cerpen kompas dari tahun 2000 hingga 2010 saya beli dan saya cari darimana
saja. Ada ekstasi tersendiri tercipta dalam memburu buku salah satunya
terlampiaskan dengan mengumpulkan buku kumpulan cerpen kompas. Boleh dibilang,
kumpulan cerpen kompas menjadi kanon cerpen bagi saya, menjadi tolok ukur
cerpen yang baik untuk dibaca dan dibeli. Lebih lanjut lagi, efek memngaruhinya
buku ini, saya mulai membeli buku-buku kumpulan cerpen juga akibat buku ini.
Setiap tahunnya Kompas menerbitkan
kumpulan cerpen terpilih dalam satu tahun. Menjadikan buku kumpulan cerpen
kompas seperti mengumpulan buku berseri atau seperti mengumpulkan komik,
bedanya tidak ada cerita bersambung. Saya seperti terangsang melihat deret buku
yang di sisi bukunya ada deret tahun seperti ini. Mengumpulkan atau membeli
buku sesungguhnya adalah apologi bagi saya sebagai pembaca buku. Sebagai
pembaca buku, saya tidak mahir menuangkan kembali isi buku dalam bentuk
tulisan, membedah buku dalam diskusi atau bahkan melakukan kritik buku itu
sendiri maka membeli, satu-satunya yang bisa saya lakukan, menjadi pemaafan
pribadi sebagai pembaca atau boleh dibilang pecinta buku seperti saya. Selain
mengumpulkan judul-judul buku pengarang kesukaan saya, mengumpulkan buku dengan
seri menjadi pemuas pribadi.
Sebenarnya saya tidak pernah membeli buku
ini, buku yang masuk dalam koleksi saya hanyalah hasil fotokopi dari buku si
senior. Saya belum membeli versi asli buku ini, barangkali menjadi memorabilia
tersendiri bagi saya dalam hal belajar. Belajar, dari buku misalkan, bisa
dengan murah didapatkan dengan menggandakan buku itu sendiri, maklum saya
seoran penganut copyleft, asal ke
kiri jalan terus. Selain itu kunjungan saya ke kost si senior benar-benar ada
manfaatnya, saya belajar darinya dari buku yang dimilikinya. Ketika saya
mengembalikan buku ini, saya menawarkan untuk membelinya, tapi katanya; Buku
punyaku tidak untuk dijual!.
Manado, 12 November 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar