Heavier Than Heaven (A Biography of Kurt Cobain) - Charles R Cross |
Ada satu masa, semasa saya kuliah, saya berpenampilan
begitu kumal. Rambut gondrong dan jarang disisir, menggunakan sweater wol yang tak
dicuci berhari-hari, celana jeans dengan robek di dengkul dan sneaker converse
kotor. Dandanan saya seperti itu karena pada masa itu saya sangat
mengagumi Kurt Donald Cobain, vokalis/gitaris sekaligus pentolan Nirvana. Sampai sekarang pun masih mengaguminya. Sulit
untuk tidak mengenal Nirvana, saya sendiri baru bisa bicara sewaktu Cobain mati
bunuh diri, tapi saya masih kebagian pengaruh musiknya. Saya mulai mengenal
lagu-lagu Nirvana sejak SMP dari CD kumpulan MP3 bajakan dan benar-benar
tergila-gila ketika kuliah karena kebetulan tetangga kamar kost saya juga
penggemar berat Grunge. Buku Heavier
Than Heaven menjadi kitab suci pedoman hidup bagi saya sebagai penggemar
Nirvana.
Heavier Than Heaven adalah biografi Cobain yang ditulis
Charles R. Cross, berisi kisah masa kecil Cobain, jurnal-jurnal harian,
wawancara dengan istrinya Courtney Love, wawancara dengan rekan satu band
Nirvana dan orang-orang yang mengenal Cobain secara dekat. Kisah hidup Cobain
ditulis dengan begitu rinci juga dramatis, terlebih di kisah akhir hidup
Cobain. Buku ini sendiri saya beli dari pameran buku di Jogja, harganya cukup
murah mungkin karena tidak laku lagi, sudah bukan masanya. Heavier Than Heaven sendiri
terbit di tahun 2001 tetapi saya baru membeli dan membacanya medio tahun 2008,
saya memang terlambat mengetahui adanya buku ini tetapi momennya menjadi tepat
karena waktu-waktu itulah saya sangat tergila-gila dengan Nirvana. Semacam
petunjuk Tuhan dalam menemukan kitab suci, saya menemukan kitab suci ketika
saya mulai mendalami.
Sebagai kitab suci, Heavier Than Heaven menuntun saya untuk
berpenampilan urakan, meniru sang idola. Saat itu saya juga mulai belajar gitar
memainkan lagu-lagu Nirvana namun berakhir gagal karena masalah bakat. Hal yang
saya bisa lakukan untuk mengikuti Cobain hanya berpenampilan seperti Cobain.
Hanya karena ingat nasehat ibu, saya tidak ikut-ikutan memakai obat-obatan
seperti Cobain, juga tidak berencana untuk menembak kepala saya dengan shotgun
di usia 27 tahun. Selebihnya saya mengikuti Cobain, bahkan sampai saya
berpura-pura sebagai seorang dengan gangguan mental dan penderita depresi akut.
Membaca Heavier Than Heaven, saya merasa semakin akrab
dengan Nirvana. Melalui buku tersebut, saya dapat mengetahui latar belakang
kehidupan Cobain dan latar belakang lagu-lagu yang diciptakannya. Saya bahkan
dapat mengetahui arti dari judul lagu Nirvana paling fenomenal, Smell Like Teen
Spirit, yang ternyata merk parfum teman kencan Cobain. Memahami kehidupan
Cobain dari sudut pandang buku ini, membuat saya mengaguminya sekaligus membuat saya begitu iba padanya. Menjadi
terkenal justru semakin menekan mentalnya, hingga akhirnya ia harus mengakhiri
hidupnya dengan bunuh diri, namun kematian pulalah menjadikannya legenda abadi.
“I’m going to be a superstar musician, kill
myself and go out in a flame of glory” Kata Cobain suatu kali kepada
temannya. Ya, ia telah menjadi superstar dan medapatkan kejayaannya.
Mempengaruhi saya dan jutaan penggemarnya yang lain. Pengaruh yang tercipta
dari karya-karyanya juga kisah hidupnya yang dituliskan di Heavier Than Heaven,
kitab suci saya dan pedoman hidup saya waktu itu. Tetapi waktu terus berganti
dan tampilan saya sekarang pun berganti. Sekarang saya memang sudah berpotongan
rambut rapi, selalu mengenakan baju dan celana bersih, memakai sepatu pantofel
tetapi masih menjadi saya yang mengagumi dan akan selalu mengagumi Kurt Cobain.
Manado, 14 November
2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar