Di satu sore di kota Pontianak, hujan turun deras.
Hujan kali ini terasa istimewa mengingat beberapa minggu kebelakang, panas
menyengat kota yang dilalui garis imajiner khatulistiwa ini. Hujan kali ini
selain istimewa juga membawa perasaan melankoli. Seandainya saya adalah Sapardi
maka yang terpikirkan adalah untuk membuatkan sebuah puisi yang romantis. Namun
saya bukan Sapardi, untungnya demikian, yang terpikirkan oleh saya adalah
gorengan casu quo bakwan.
DIJAJAH MBAK-MBAK
dan aku pun tak kuasa... aw aw aw
Selasa, 07 April 2015
Rabu, 18 Februari 2015
Negara Nasi Goreng
Hampir satu dasawarsa ini, warga kotaku
percaya hanya pada dua hal yang dapat memperkuat iman: Pertama, Tuhan itu ada
dan pencipta alam semesta, yang Kedua adalah nasi goreng Pak Ijo adalah yang
terbaik di alam semesta. Hampir satu dasawarsa ini pula tidak ada yang pernah
tahu kenapa Sutarman, juru masak tunggal nasi goreng Pak Ijo menamakan nasi
gorengnya demikian. Warungnya yang sederhana tidak berwarna hijau, merah
bahkan. Nasi gorengnya pun tidak berwarna hijau. Layaknya nasi goreng pada
umumnya, nasi goreng Pak Ijo berwarna kecoklatan. Sebagian disebabkan oleh kecap
manis yang dituang memutar lalu diaduk merata bersama nasi yang semakin matang,
sebagian lagi sedikit hangus pada nasinya. Asal-usul nama nasi goreng Pak Ijo
adalah satu teka-teki yang belum terpecahkan di dunia, tapi bukan itu inti
cerita ini. Lagipula ada cerita yang lebih menarik untuk diceritakan tentang
nasi goreng Pak Ijo.
Seperti yang kubilang, sebagaimana
kepercayaan warga kotaku, nasi goreng Pak Ijo adalah yang terbaik. Menurut
survei BPS ada tujuh puluh tiga tukang nasi goreng di kotaku, tetapi nasi
goreng Pak Ijo yang terbaik diantaranya. Tukang survei dari ibukota itu sudah
mencicipi sendiri nasi goreng Pak Ijo, saking ketagihannya, ia memutuskan untuk
menetap di kotaku, meminang anak gadis kepala kantor PDAM hingga keduanya
memiliki seorang putra yang lucu. Yang kumaksud keduanya tukang survei dan anak
gadis itu bukan tukang survei dengan nasi goreng (Ngawur, mana bisa orang kawin sampai punya
anak dengan nasi goreng). Tapi bukan itu inti cerita ini.
Warga kotaku percaya Tuhan adalah pencipta
alam semesta. Ilmuwan CERN di Swiss sedang meneliti dan membuktikan adanya
tabrakan partikel Higgs Boson sebagai teori penciptaan alam semesta. Seandainya
hari ini ada yang datang padaku dan berkata: ketukan tak beraturan sendok
goreng ke wajan pada proses pembuatan nasi goreng Pak Ijo merupakan awal
penciptaan alam semesta, aku akan lebih memilih percaya yang ini. Aku pernah sekali waktu merekam ketukan ini dan mencari-cari maksudnya
berhari-hari lamanya.
Meskipun ketukan sendok
goreng ke wajan pada proses pembuatan nasi goreng tersebut tak beraturan,
tetapi selalu pada urutan yang pasti. Disinilah kunci rahasia nasi goreng Pak
Ijo untuk menjadi yang terbaik di alam semesta. Semua orang bisa dengan mudah
meniru bumbu masak pendukung nasi goreng Pak Ijo dan semua orang pun
diperkenankan mencatat bumbu tersebut untuk disodorkan dan dibeli dari penjual
bumbu yang sama dengan yang biasa dibeli Sutarman, tetapi tidak ada satu pun di
dunia ini yang bisa menyamai ketukan tak beraturan sendok goreng ke wajan pada
proses pembuatan nasi goreng Pak Ijo ini. Konon Gordon Ramsay, Chef
dunia tersohor yang berasal dari Inggris itu pernah datang ke kotaku
membawa bahan terbaik dari seluruh penjuru dunia dengan maksud membandingkannya
dengan nasi goreng Pak Ijo. Kala itu Sutarman, juru masak tunggal nasi goreng
Pak Ijo, dengan rendah hati menyanggupi tantangan Gordon Ramsay memasak nasi
gorengnya dengan bahan seadanya. Hasilnya? Seperti yang diduga banyak orang,
nasi goreng Gordon Ramsay tak ada apa-apanya dibanding nasi goreng Pak Ijo karya
Sutarman. Yang membuat Gordon Ramsay kalah adalah karena ia tidak tahu dan
tidak akan pernah tahu meniru ketukan tak beraturan sendok goreng ke wajan yang
biasa Sutarman lakukan pada saat proses pembuatan nasi goreng Pak Ijo.
Kalau boleh berkata
jujur, nasi goreng Pak Ijo itu miskin nutrisi, meskipun tidak ada yang
menyangkal kelezatannya. Nasi goreng Pak Ijo juga tak mahal, malah boleh
dibilang murah mengingat porsinya yang bikin kenyang 6,5 jam. Semisal tanpa
tambahan telur dadar, pembeli cukup membayar 12 ribu saja, apabila dengan
tambahan telur dadar maka menjadi 14 ribu. Ada dua varian nasi goreng disini,
satu menggunakan ikan teri dan satunya lagi menggunakan suwiran ayam. Nasi
goreng dengan ikan teri selalu ditambahkan potongan sayur kangkung sedang nasi
goreng suwiran ayam menggunakan wortel dan mentimun. Ketika semua bumbu dan
bahan masuk ke wajan dan kecap dituang memutar lalu diaduk hingga merata,
disitulah Sutarman melakukan ketukan tak beraturan: -..--zzzxyxadadadaeratkthaszzz—“-
lalu mengaduk lagi nasi goreng dengan bumbu dan bahan hingga matang. Sampai
benar-benar siap disajikan, Sutarman mengetukkan sendok goreng ke wajan tiga
kali lalu voila! Nasi goreng terbaik
di alam semesta siap disantap.
Pada suatu sore yang seharusnya sepi, sehabis
hujan yang mengguyur kota sepanjang hari, sebuah kejadian yang akan tercatat
dalam buku sejarah bermula di kota ini. Berita di kota ini mudah menyebar, nasi
goreng pak Ijo tidak buka hari itu. Awalnya penduduk kota mencoba menyikapi
dengan biasa-biasa saja. Bagaimanapun Sutarman adalah manusia –meski beberapa
orang mulai menganggapnya lebih dari itu namun ia bisa sakit atau lelah atau
hendak berlibur hingga memutuskan tak berjualan hari itu. Menjadi tidak
biasa-biasa saja ketika penduduk kotaku mulai menyadari nasi goreng Pak Ijo
tidak lagi mereka santap setelah satu minggu lamanya. Hal ini menimbulkan
kekhawatiran luar biasa penduduk kota. Pencarian Sutarman, juru masak tunggal
nasi goreng Pak Ijo digalakkan oleh walikota.
Pencarian
yang telah dilakukan dua minggu ini adalah kesia-siaan, Sutarman tidak
diketemukan keberadaannya. Media massa nasional turut menyoroti peristiwa ini,
perhatian pemerintah sejenak teralih dari hiruk pikuk kenaikan BBM kepada
pencarian Sutarman. Tidak ada lagi nasi goreng Pak Ijo. Tidak ada lagi ketukan
tak beraturan sendok goreng ke wajan pada proses pembuatan nasi goreng Pak Ijo,
meski tujuh puluh dua tukang nasi goreng lain di kotaku menirukannya, namun itu
juga kesia-siaan belaka. Kotaku tidak sama lagi dan tidak pernah sama lagi.
Tapi bukan yang ini juga inti cerita ini.
Suasana
kotaku semakin getir. Ketidaktahuan atas keberadaan Sutarman dan hilangnya nasi
goreng Pak Ijo tersebut mulai dihubung-hubungkan dengan beberapa peristiwa yang
tak masuk akal akhir-akhir ini. Pertama pabrik produsen wajan dan sendok goreng
di ujung utara kota bangkrut, katanya karena tidak ada lagi yang berselera
untuk menggunakan produknya untuk memasak nasi goreng. Kedua sayur-sayuran
terutama kangkung, wortel dan mentimun menjadi komoditi langka di kota ini,
harganya melonjak melebihi saham Krakatau Steel saat IPO. Yang paling
mengerikan adalah ayam potong yang diimpor dari kota sebelah menjadi beku
ketika masuk di pasar kotaku sehingga tidak bisa disuwir dan ikan teri yang
membesar sedemikian rupa hingga tak ada yang mau mengkonsumsinya.
Kegetiran
semakin menjadi-jadi ketika penduduk kota turun ke jalan melakukan protes
kepada pemerintah karena ketidakbecusan mengatasi permasalahan di kotaku. Aku
baru menyadari segala hal yang terjadi disini sedang menuju saat-saat
pencatatan buku sejarah ketika setengah terbangun diajak turun ke jalan oleh
bapakku.
“ayo
le bangun, revolusi tidak terjadi di tempat tidur” ajaknya berapi-api. Aku
bangun dan mengernyitkan dahi keheranan.
Benar
saja revolusi tidak terjadi di tempat tidurku yang empuk tapi di seluruh
penjuru kotaku. Anak-anak muda kotaku mulai mengenakan kaos dengan sablon wajah
Che Guevara. Puisi-puisi Wiji Thukul bagaikan lagu pop yang terdengar
dimana-mana, semua seragam berteriak: Lawan!. Guru-guru mulai mewajibkan
murid-muridnya membawa buku Massa Actie setiap hari dan mengadakan ulangan
tentang isi buku itu pada hari-hari tertentu. Revolusi memang dapat terjadi
sewaktu-waktu dan dimana pun ia mau, di kotaku nasi goreng Pak Ijo-lah menjadi
pokok permasalahannya.
Sebelum
memasuki akhir cerita ini dan menemukan inti cerita ini, aku ceritakan selingan
sedikit. Tidak ada namanya revolusi tanpa kisah cinta manis romantis dibaliknya.
Dalam waktu yang sempit antara menduduki parlemen, mendidik ideologi tentang
negara baru dan bermain uno, aku mengenal Saori, wanita keturunan Jepang yang
ikut turun ke jalan menantang pemerintah. Awalnya berkenalan, bertukar nama dan
nomor handphone lalu bercinta dikala tidak ada yang bisa mengganggu. Detil cerita
cinta kami akan kuceritakan lain waktu. Dalam waktu yang sempit ini pula aku
mengenal Bambang seorang pegawai pemerintah yang polos dan seorang yang kutu
buku. Tapi dia tidak ambil bagian apa-apa dalam cerita ini.
Setelah
revolusi tiga puluh hari yang melelahkan, pemerintah mengadakan referendum
untuk memberi penduduk kotaku memilih merdeka atau tetap tunduk pada
pemerintah. Hasilnya tentu memilih untuk merdeka. Membentuk satu negara baru,
negara nasi goreng ucap sinis para politisi.
Kegetiran
di sudut kota berubah menjadi riuh meriah mempersiapkan kemerdekaan. Ketukan tak
beraturan yang suatu waktu sempat kurekam terpilih menjadi lagu kebangsaan dan
spanduk warung nasi goreng Pak Ijo dijadikan bendera negara. Kemerdekaan menjadi
definisi lain untuk kata enak setelah sebelumnya penduduk kotaku hanya mengenal
kata ini untuk nasi goreng Pak Ijo. Tetapi kotaku tidak sama lagi dan tidak
pernah sama lagi. Sutarman tak pernah kembali. Nasi goreng Pak Ijo tinggallah
kenangan bersejarah bagi penduduk kota, eh negaraku.
Pontianak, 19 Februari 2015
Jumat, 14 November 2014
Tentang Menunggu
Apa yang salah dengan menunggu? Kalau melihat yang
belakangan kejadian maka menunggu rasanya bukan perbuatan yang salah, tidak
juga sia-sia. Tentu ada syarat mutlak untuk menunggu yang tidak sia-sia: jangan
menunggu seperti Vladimir maupun Estragon. Mereka berdua terlalu bodoh untuk
terus menunggu datangnya Godot, bahkan muka orang yang ditunggu saja mereka
tidak tahu persis. Sudahlah, itu pelajaran penting soal menunggu yang bisa
diambil dari Waiting for Godot, drama
karya Samuel Beckett.
Bagi orang-orang yang sedang menunggu, termasuk saya di dalamnya, kejadian belakangan yang saya maksud sungguh menginspirasi. Kejadian
tersebut bisa meneguhkan orang-orang untuk terus menunggu. Ada dua kejadian
penting di minggu lalu.
Kejadian penting pertama adalah rilisnya mini-drama Ada Apa
Dengan Cinta (AADC) setelah 12 tahun berselang. Sungguh pun siapa yang nyana
ada lagi, kalau bisa disebut sequel,
dari film legendaris itu. Sebelumnya memang ada versi sinetronnya, namun susah
masuk hitungan bagi penggemar yang tergila-gila film tersebut. Bayangkan
legendarisnya film tersebut bisa mengubah selera gadis-gadis SMA untuk
tergila-gila pada lelaki yang misterius, sebelumnya pastilah yang bertubuh
atletis atau bercita rasa musik tinggi. Atau membaca buku bagi seorang pria
adalah kegiatan yang juga keren untuk dilakukan. Sayang sekali jaman cepat
berlalu, ketika saya SMA sudah beda lagi seleranya.
Mini-drama tersebut membius orang-orang yang menjadi saksi
mata hebohnya film tersebut. Tidak sedikit tentunya orang yang mendaulat film
ini menjadi film Indonesia terbaik dan mendaulat serta Dian Sastro menjadi
wanita tercantik di negara ini. Saya sendiri termasuk orang-orang tersebut,
selama 12 tahun ini pun saya menonton film ini berulang-ulang, terutama 4 tahun
belakangan ketika saya mendapat kopian
filmnya. Tidak sadar saya menunggu rilisnya sequel
ini, haru biru ketika menonton mini-drama tersebut. Namun tidak saya sendiri
yang menunggu, Cinta pun ternyata menunggu Rangga pulang atau sekadar memberi
kabar selama 12 tahun itu. Wow! Ini baru pelajaran berharga tentang menunggu.
Ternyata bisa juga membuahkan hasil, sebagai bukti Rangga pulang ke Indonesia, memberi
kabar pada Cinta dan mengajaknya untuk bertemu kembali meski cuma punya waktu 2
hari. (bangsat juga ini si Rangga)
Meskipun kisah Cinta yang menunggu Rangga pulang itu luar
biyasa, kisah itu masih kalah banyak dengan kisah yang sesungguhnya terjadi
minggu lalu. Kejadian kedua yang menjadi inspirasi adalah Persib yang menunggu
19 tahun lamanya untuk menjadi juara lagi. Persib selama 19 tahun ini bukan tim
enteng, mereka selalu menjadi lawan berbahaya setiap musim setiap tahunnya.
Secara finansial misalkan, disaat tim lain kembang kempis menghidupi diri,
Persib masih bisa dibilang stabil. Jangan lupa bicara soal dukungan, bobotoh selalu loyal untuk mendukung
mereka. Saya tahu rasanya Bandung yang senyap ketika Persib main, hampir
semuanya menonton langsung maupun tidak langsung mereka berlaga, Namun apa
daya, tidak pernah sekalipun mengecap gelar juara hingga hari jumat tanggal 7
November di stadion Jakabaring, mereka mampu membuktikan diri. Tidak sia-sia
menunggu menjadi juara.
Tentang menunggu, jauh sebelum minggu lalu Florentino Ariza sudah membuktikannya dalam
novel Gabriel Garcia Marquez, Love in the
time of Cholera. Sama seperti AADC sebenarnya, memang cuma fiksi namun
dapat menjadi inspirasi juga dalam soal tunggu-menunggu. Dalam kisahnya
diceritakan Florentino menunggu 51 tahun 9 bulan dan 4 hari lamanya untuk
mendapatkan kembali cinta Fermina. Meskipun ada 622 perempuan yang pernah
singgah dalam hidup Florentino, cinta Fermina lah yang selalu ia tunggu. Menunggu
memang butuh pengorbanan, waktu yang terutama, tapi pertanyaannya adalah apakah
pantas atau tidak untuk menunggu. Cinta, Persib maupun Florentio yakin,
menunggu adalah suatu pekerjaan pantas untuk dilakukan. Persib tidak akan
pernah tahu sebelumnya bahwa mereka akan juara setelah 19 tahun atau Cinta yang
menunggu 12 tahun atau Florentino tidak
akan pernah tahu kalau Fermina akhirnya bisa luluh hatinya setelah 51 tahun.
Mereka semua tahu jawaban yang mereka tungu karena memang mereka menunggu itu.
Sekarang
giliran saya sendiri, setelah mendapat pelajaran-pelajaran demikian untuk
melanjutkan menunggu. Apakah saya akan punya pacar setelah 23 tahun?
Pontianak, November 2014
Langganan:
Postingan (Atom)