Ketika masih duduk di SD Siang
Malam Genjot Terus, seringkali Burham mendengar dari Bapak dan Ibu Guru yang
menyebutkan bahwa Indonesia adalah negara kaya. Ilustrasinya begini, Indonesia
adalah negara dengan luas hampir 2 juta kilometer persegi maka logikanya dengan
luas sedemikan rupa banyak kekayaan yang terkandung di dalamnya. Dengan logika
seperti itu, kekayaan yang dimaksud berasal dari sumber daya alam, baik berupa
hasil laut, pertanian, perkebunan hingga minyak dan gas. Ditambah dengan posisi
geografis Indoesia dan jumlah populasi mendekati 250 juta jiwa maka potensi
kekayaan tersebut dapat terkelola dengan baik. Kira-kira logika bapak dan ibu
guru Burhan di sekolah dasar yang menyebutkan bahwa Indonesia adalah negara
kaya dibangun seperti itu, Burhan manggut-manggut tanda mengerti. Guru-guru di
SD Siang Malam Genjot Terus memang melulu mengajar konsep dasar, seperti 4x6 adalah
berbeda dengan 6x4.
Ketika sudah memasuki sekolah menengah pertama, Burhan
bersekolah di SMP Negeri Diatas Awan. Teori yang pernah menyebutkan indonesia
sebagai negara kaya dipertanyakan oleh Burhan kembali. Sebenarnya guru-guru di
sekolah menengah pertama tersebut ingin menekankan kembali bahwa Indonesia
adalah negara kaya namun Burhan adalah seorang anak dengan penuh rasa
penasaran. Baginya sebuah negara disebut kaya tentu diukur dari kekayaannya,
sederhananya demikian. Pasalnya, ia teringat ketika anak-anak lain sudah
menggunakan handphone sedang Burhan
belum memilikinya, teman-teman Burhan tersebut mempertanyakan apakah Burhan
anak orang kaya atau tidak sebenarnya. Ibu guru di sekolah Burhan mencoba
menjelaskan kepada Burhan, menarik lurus keatas secara definisi terlebih
dahulu, kekayaan negara Indonesia merupakan ruang lingkup keuangan negara
artinya semua hak dan kewajiban negara
yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun
berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan
hak dan kewajiban tersebut. Burhan bingung, dan bertanya:
“Kalau begitu apa
saja yang termasuk hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang
tersebut?”
“Kita lihat dari
tiga sisi Burhan; dari sisi obyek, subyek dan tujuannya. Dari sisi obyek yang
dimaksud dengan Keuangan Negara meliputi semua hak dan kewajiban negara yang
dapat dinilai dengan uang, termasuk kebijakan dan kegiatan dalam bidang fiskal,
moneter dan pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan, serta segala sesuatu
baik berupa uang, maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara
berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Dari sisi subyek yang
dimaksud dengan Keuangan Negara meliputi seluruh obyek sebagaimana tersebut di
atas yang dimiliki negara, dan/atau dikuasai oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah
Daerah, Perusahaan Negara/Daerah, dan badan lain yang ada kaitannya dengan
keuangan negara. Dari sisi proses, Keuangan Negara mencakup seluruh rangkaian
kegiatan yang berkaitan dengan pengelolaan obyek sebagaimana tersebut di atas
mulai dari perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan sampai dengan
pertanggunggjawaban. Dari sisi tujuan, Keuangan Negara meliputi seluruh
kebijakan, kegiatan dan hubungan hukum yang berkaitan dengan pemilikan dan/atau
penguasaan obyek sebagaimana tersebut di atas dalam rangka penyelenggaraan
pemerintahan negara.”
“Bu, kan ada
disebutkan kalau bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya
dikuasai negara, berarti termasuk dong bu?”
“Kan saya bilang
yang dimiliki, dan/atau dikuasai oleh negara juga, berarti termasuk dong!
nyimak gak sih?”
“Bu, ibu
ngomongnya ribet sih, jadi kalau kekayaan negara meliputi apa saja bu?”
“Ya sederhananya
sih mencakup segala sesuatunya baik berbentuk uang maupun barang, yang berwujud atau tidak baik bergerak atau tidak bergerak yang dimiliki,
dikuasai serta kekayaan negara yang dipisahkan”
“Kok ada yang
dipisahkan bu? Kenapa mereka harus berpisah bu? Apakah tidak ada lagi kecocokan
diantara mereka?” Burhan mulai menitikkan air mata.
“Suatu saat kamu
akan mengerti Burhan, mungkin ketika kamu lebih dewasa” ucap Ibu Guru sambil
mencoba menenangkan Burhan.
***
Berhubung Burhan
adalah anak yang nakal dan terlalu banyak menghisap lem aibon, ia masuk ke
sekolah menengah atas yang tidak favorit. Dengan nilai ujian nasional yang
semenjana, Burhan hanya bisa tembus di SMA CP NEH, SMA AQ AJA DECH. Masa-masa
SMA memang penuh masa-masa cinta, seperti halnya Burhan yang mulai jatuh cinta
dengan seorang gadis, Sheila namanya. Kisah cinta Burhan rupanya mirip-mirip
dengan FTV, Sheila justru berpacaran dengan Amir, apalah daya cinta memang tak
harus memiliki, pikir Burhan begitu. Ngomong-ngomong soal memiliki, Burhan
masih bingung dengan konsep memiliki, menguasai atau bahkan memisahkan. Ia pun
kembali bertanya dengan bapak guru di sekolahnya.
“Kalau memiliki
itu misalkan Barang Milik Negara, artinya adalah semua barang yang dibeli atau
diperoleh atas beban APBN atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.
Perolehan lain yang sah itu dapat meliputi yang diperoleh dari hibah,
berdasarkan perjanjian, berdasarkan ketentuan perundang-undangan maupun dari
putusan pengadilan. Sederhananya adalah semua barang yang dibeli sendiri
dan/atau yang kepemilikannya atas nama negara”
“Berarti
seandainya cinta saya memiliki Stella, hanya apabila secara sah ya pak. Kalau
menguasai dan juga memisahkan itu yang seperti apa pak?”
“Ya menguasai itu
seperti halnya bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya itu
dikuasai negara, berbeda secara konsep dengan memiliki, dalam hal legitimasi
kepemilikan kira-kira” bapak guru yang sudah mulai bosan menjawab pertanyaan
burhan terdiam sejenak, membakar rokok lalu melanjutkan kembali.
“Sedangkan
memisahkan bisa kita ambil contoh kekayaan negara yang dipisahkan adalah kekayaan negara yang
berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara untuk dijadikan penyertaan
modal negara pada Persero dan/atau Perum serta perseroan terbatas lainnya.
Karena sudah dipisahkan pengelolaannya serta pertanggungjawabannya secara
teknis pun berbeda, lebih kearah korporasi.”
Berbekal
tambahan pengetahuan yang lumayan, Burhan memberanikan diri untuk berbincang
kembali dengan ibu Gurunya di SMP Negeri Diatas Awan. Ia sudah mengerti perkara
kekayaan yang dimiliki, dikuasai serta dipisahkan. Burhan menjelaskan, kekayaan
adalah aset dalam bahasa lainnya.
“Jadi
bu kalau kita berbicara tentang kekayaan maka kita bicara tentang aset
sesungguhnya. Aset itu adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau
dimiliki oleh pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana
manfaat ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik
oleh pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan uang,
termasuk sumber daya non keuangan yang diperlukan untuk penyediaan jasa bagi
masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang dipelihara karena alasan sejarah
dan budaya.”
“Kalau gitu
Burhan, dulu kamu bertanya pada Ibu apakah negara kita adalah negara kaya,
bagaimana menurutmu sekarang”
Burhan terdiam,
sungguh pun ia tak tahu jawaban atas pertanyaan ibu gurunya tersebut. Burhan
tidak benar-benar tahun kekayaan negaranya sehingga ia pun tak berani
mengatakan apakah negaranya kaya atau tidak kaya.
“Tapi bu,
lihatlah tahun 2013 saja, Barang Milik Negara ini yang sudah tercatat nilainya
1.816 triliun bu, angka yang besar bukan? Misalkan kita lihat dari sisi aset
pemerintah pusat saja bu, yang itu meliputi aset tetap, aset lancar, aset
lainnya termasuk investasi dan piutang sudah mencapai 3.567 triliun di tahun
2013 bu”
“Bagaimana dengan
yang kamu sebut kekayaan yang dipisahkan tadi?”
“Wah itu tidak
kalah banyak, bisa mencapai 1.218 triliun, di tahun 2013 juga bu”
“Kalau nilai
kekayaan yang terkandung dalam bumi, misalkan laut dan segala macamnya yang
mana termasuk kekayaan yang dikuasai oleh negara?”
“Itu... itu saya belum
tahu bu?” Burhan mulai gelagapan mennjawab pertanyaan ibu gurunya.
“Jadi sekarang,
ibu bertanya lagi, apakah negara kita adalah negara kaya?”
“Saya tidak tahu bu”
Pontianak,
26 September 2014