Sabtu, 15 Oktober 2011 pukul 23.41.
Sudah terlalu malam bagi seorang wanita untuk berjalan sendirian. Tak ada yang
benar-benar aman di kota ini, setiap sudutnya menyimpan bahaya yang siap
meledak kapan saja dan untuk siapa saja, terlebih lagi untuk seorang wanita
yang selalu menjadi sasaran empuk tindakan kriminal. Terlalu riskan membiarkan
wanita berjalan sendirian di kota yang penuh bahaya pada waktu menjelang tengah
malam, di Jakarta.
***
Sedari duduk di bangku sekolah dasar
hingga saat ini, Kanya, gadis 21 tahun lulusan SMA ini tak pernah membuang
mimpinya menjadi artis, selebriti yang selalu tampil dengan pesona keanggunan
dan hari-harinya diikuti oleh sorotan kamera televisi, ya Kanya selalu ingin
masuk televisi. Hingga pada akhirnya 3 tahun yang lalu Kanya datang ke Jakarta
untuk menggapai mimpinya. Semua tahu, Jakarta tak pernah berhenti menawarkan
mimpi, Jakarta tak pernah mau berhenti membuai orang-orang dengan segala
fantasi, termasuk Kanya. Fantasi yang disuguhkan lewat televisi.
Hidup tak selamanya semudah yang
diharapkan, terkadang atau bahkan seringkali justru apa yang kita coba untuk
hindarilah yang menjadi kenyataan atau apa yang selalu kita inginkan malah
tidak menjadi kenyataan. Segala mimpi dan fantasi yang menyesakkan dada Kanya membuatnya
tak kuasa melihat kenyataan yang harus ia hadapi. Tak semudah itu menjadi artis,
ia selalu gagal dalam beberapa audisi pemain sinetron yang dicobanya. Bukannya
Kanya tak menarik fisiknya, tapi masih banyak wanita yang lebih menarik di kota
berpenduduk lebih dari 9 juta jiwa ini.
Kanya tak sendirian, banyak juga yang
menjalani hidup sepertinya, mencoba mengadu peruntungan di Jakarta namun tak
kesampaian hingga akhirnya hidup dalam jepitan kemiskinan. Kanya hidup dalam
jepitan itu. Ia tinggal di kamar kost yang ukurannya nyaris seperti sempitnya
kuburan, hidupnya kini bergantung sepenuhnya dari penghasilannya sebagai buruh
di pabrik tekstil di utara Jakarta, orang tuanya tak sanggup lagi membiayai
uang bulanannya. Namun ada yang selalu dipegang teguh oleh Kanya, ia bukan
wanita murahan, Kanya takkan menjual tubuhnya untuk mendapatkan uang yang jauh
lebih banyak dari pendapatannya sekarang, 35 ribu rupiah dalam sehari. Uang
yang cukup membuatnya makan sehari dan menyisakan ongkos berangkat audisi. Ah
Kanya juga tak pernah lupa akan mimpinya menjadi selebriti.
Setiap sabtu atau terkadang pula hari
minggu, Kanya tetap mencoba terus peruntungannya dalam audisi pemain sinteron
kelas teri. Bermodal pakaian terbaiknya dan diantar oleh tukang ojek
langganannya, si Udin. Si Udin, nama aslinya Fakhrudin, selalu menyediakan
waktunya di sabtu siang untuk menunggu, menjemput, lalu mengantar Kanya hingga
ke tempat audisinya, tentu mengantar kembali Kanya pulang ke kost-kostannya.
Udin selalu tahu, Kanya takkan lolos dalam audisi tersebut, ia dengan
senantiasa menunggu Kanya selesai audisi sambil menonton televisi di warung kopi
terdekat dan membayangkan Kanya beneran masuk televisi nantinya sebagai
selebriti. Udin setia menunggu Kanya bahkan hingga hari telah larut. Barangkali
Udin memendam cinta pada Kanya.
Udin tak sendiri mencintai Kanya, tentu
banyak pemuda-pemuda tanggung seperti Udin atau bahkan lelaki-leaki genit yang
juga jatuh hatinya pada Kanya, namun apa daya cinta tak lekas bersambut. Kanya
itu cantik dan menarik, sopan pula tingkah lakunya. Sedangkan Udin, wajahnya
jauh dari rupawan, kelakuannya pun tak pula bisa dikatakan baik. Udin hanya
bermodal cinta dan nekat untuk mendekati Kanya. Setidaknya Udin siap mempertaruhkan
segalanya demi Kanya.
“Lu gagal lagi ya?” Tanya Udin pada
Kanya yang menghampirinya dari tempat audisi dengan muka murung. Sudah beribu
kali Udin menanyakan hal yang sama dan jawabannya pun selalu sama. Udin sudah
memahami itu.
“Iya bang, yang audisi itu gak becus,
gak professional!”
“Sabar neng, kali aja sekarang bukan
waktunya, kalau emang rejeki gak bakal kemanalah” ujar Udin yang mencoba
menenangkan hati Kanya sembari bersiap mengantarkan Kanya pulang.
“Eh en-nneng, udah makan belum? Mampir
bentar makan yah, abang yang traktir” celetuk Udin dengan gugup.
“Aduh, dalam rangka apa nih bang? Boleh
deh bang, Kanya juga laper hehehe”
“Ah dalam rangka menghibur hati Kanya
aja” Udin lalu mencari tempat makan yang tepat untuk mereka berdua, ini momen
yang jarang-jarang didapatkan Udin, hatinya berbunga-bunga.
Pilihan Udin jatuh pada rumah makan
padang Takana Juo yang tak begitu jauh dari lokasi audisi Kanya. Mereka berdua
makan dengan lahapnya hingga keadaan berubah tak menyenangkan ketika Udin
menyatakan cintanya secara mendadak kepada Kanya yang seketika itu pula Kanya
menolak cinta Udin dengan halus. Baik Kanya maupun Udin merasa canggung. Hingga
pukul 21.30, mereka pulang dari rumah makan tersebut dengan Udin yang jalan
tertunduk kecewa. Mereka pulang, Kanya harus pulang.
****
Minggu pagi 16 Oktober 2011, warga Koja,
Jakarta utara dikagetkan dengan penemuan mayat seorang wanita setengah
telanjang dalam sebuah kardus televisi. Wanita itu meninggal dengan keadaan
menggenaskan dimana tubuhnya penuh luka tusuk di punggung, di perut dan di iga
wanita tersebut. Bagian kelamin wanita tersebut terdapat cairan mani sehingga
polisi yang memeriksa keadaan menyimpulkan bahwa wanita tersebut diperkosa terlebih
dahulu hingga akhirnya dibunuh. Polisi masih terus menyelidiki pelaku
pembunuhan. Dari dompet korban ditemukan identitas korban yang menerangkan nama
wanita tersebut Kanya. Warga sekitar sendiri tidak mengenal korban yang ketika
ditemukan telah meringkuk kaku dalam kardus televisi 29 inch.
Wanita itu adalah Kanya, Kanya cantik
yang bercita-cita masuk televisi dengan status selebriti namun malang impiannya
tak pernah terwujud, ia hanya mampu masuk kardus televisi dengan status mati
tragis.
Jakarta,
25 Oktober 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar