Saat diberitahu mendapat tugas ke Surabaya untuk sebulan,
yang pertama terlitas dalam pikiranku adalah mengunjungi Kebun Binatang
Surabaya atau yang biasa disebut KBS. Beberapa waktu yang lalu, KBS menjadi
sorotan publik, baik di jejaring sosial, perbincangan di televisi bahkan
kabarnya menarik perhatian internasional. Entahlah waktu itu aku hanya
baca-baca berita terkait itu secara sekilas, namun yang pasti KBS adalah tempat
pertama yang kujadwalkan untuk berakhir pekan pertama selama di Surabaya.
Sabtu pagi, sekitar jam delapan, dengan naik angkutan umum
aku berangkat ke KBS, bermodal petunjuk arah jalan dari teman sekantorku.
Jaraknya lumayan jauh dari tempatku tinggal sementara, sekitar 30 menit
perjalanan menggunakan angkutan umum. Turun di terminal Jayabaya, jalan kaki
sedikit menuju lokasinya, tidak jauh kali ini. letak KBS sendiri barangkali
bisa disebut di tengah kota, karna tidak terpencil melainkan diantara
jalan-jalan raya besar yang ramai lalu lalang kendaraan. Pemandangan pertama
sesampainya di KBS adalah patung Suroboyo yang sedang dipugar dan pemandangan
kedua adalah tenda yang ada di pelataran pintu masuk KBS yang bertuliskan;
Tenda Penderitaan Karyawan KBS. Pemandangan tersebut mengamini tujuanku yang snob yaitu menyaksikan penderitaan.
Bahayanya kalau banyak pengunjung dengan niat sama sepertiku.
Sampai di KBS waktu itu sekitar jam sembilan pagi, dan
keadaan belum begitu ramai. Setelah membayar tiket masuk 15.000 rupiah, aku
masuk ke area kebun binatang. Harusnya aku kecewa, karna niatku yang ingin bertamasya
penderitaan tidak sepenuhnya terwujud karna kondisi KBS sendiri sungguh
menyenangkan bukan menggenaskan seperti yang kupikirkan sebelumnya. Puji Tuhan,
ternyata perkiraanku salah. Meskipun beberapa kandang kelihatannya kusam, tapi
masih dapat dikatakan layak huni. Area kebun binatangnya sendiri bersih dan
sejuk, tidak ada sampah berserakan seperti yang diberitakan jauh-jauh hari
dulu. barangkali pembenahan sudah dilakukan disana sini. Beberapa papan
disponsori merk eskrim terpancang bertuliskan bahwa hewan-hewan tersebut telah
diberi makan yang baik. Suasana yang menyenangkan.
Puji Tuhan kedua adalah pemugaran terus berjalan, beberapa
tukang mengecat tampiln depan kandang agar terlihat segar. Beberapa petugas
angkut mengangkut pohon besar barangkali untuk ditanamkan disamping kandang
monyet. Dan hewan-hewan yang menjadi penghuni kandang itu sendiri, meski tidak
semua kandang berpenghuni, terlihat tidak mengalami lagi penderitaan yang
mungkin harus dialami rekan-rekannya yang tumbang duluan dan jadi syahid. Doa
berjalanku, semoga saja penglihatanku benar adanya. Aku sendiri tidak mendalami
standar yang baik untuk kebun binatang, tapi kesimpulan pertamaku adalah ada
perubahan berarti dari berita yang diceritakan.
But good news isn’t
news, disamping instalasi tenda penderitaan karyawan, yang tidak tertutup
oleh euforia ku terhadap kondisi baik KBS adalah sepinya pengunjung. Ada
rombongan turis Jepang, beberapa pasangan muda dan yang paling banyak adalah
fotografer atau orang-orang berkalungkan kamera dslr. Untuk kategori pengunjung
yang terakhir, bisa jadi berniat sama denganku pada awalnya, wisata
penderitaan. Tidak banyak jumlahnya, sampai lewat jam makan siang pun, KBS
masih lengang di hari sabtu yang mana berbeda 180 derajat dengan tempat yang
kudatangi setelah KBS, Tunjungan Plaza & Ciputra World Mall yang sesak akan
pengunjung.
Yah bagaimanapun, kebun binatang memiliki fungsi lain
disamping pemberdayaan & pelestarian fauna yaitu tempat rekreasi. Terma
tempat rekreasi dengan hewan-hewan dikandangnya sebagai panggung pertunjukan,
etis tidak etis. Apabila kurang etis, maka sorotan saya adalah peranannya
sebagai ruang publik. Mengutip kata-kata Jerry Meguire; we live in cynically world and we work in business of though
competitors. Kompetisinya adalah perebutan daya tarik masyarakat. Mampuslah
taman kota, kebun binatang, perpustakaan, dan ruang publik konvensional lainnya
kalau kenyataannya ruang kota yang digerus pusat perbelanjaan ternyata terbukti
lebih mampu memenuhi kebutuhan masyarakat akan ruang. Kebun binatang hadir
dengan peran sebagai tempat rekreasi dalam persaingan yang begitu berat melawan
digdayanya animo yang terserap oleh pusat-pusat perbelanjaan atau
fasilitas-fasilitas komersial rekreatif. Tralalala, kita tidak hanya hidup di
dunia yang begitu sinis tapi juga ironis.
Ironis karena, Kebun binatang sesungguhnya lebih edukatif
dibandingkan Mall kalah menawan ketertarikan pengunjung. Ironis juga karena
kita menyalahkan manajemen buruk yang tidak mampu mengurus hewan-hewan
dikandang sedangkan sementara kita memuja keberadaan mall dan mungkin tidak
akan peduli sebelumnya dengan keberadaan KBS sampai pada hewan-hewan didalamnya
barangkali harus mati atau diberitakan begitu menyedihkan. Namun tidak bisa
disalahkan juga, karna masyarakat, yang menjadi konsumen ruang publik sendiri,
akan memilih tempat yang lebih menarik untuk memenuhi nafsu konsumsinya.
Kenyataannya Mall mampu memenuhinya. Kalau dalam bukunya Stephen Carr dan
teman-temannya judulnya Public Spaces,
kategori ruang publik sebagai responsive
spaces yang mana sebagai pemenuhan kebutuhan publik itu sendiri dapat
diakomodasi sempurna oleh Mall tampaknya.
Yang pasti dengan aku melihat ada anak-anak yang tertawa kegirangan
melihat ayahnya beri makan kue ke Beruang dan melihat ada Jerapah yang tersenyum kikuk sudah memuaskan nafsu atas konsumsi akan ruang di akhir pekan itu. Juga yang
terlebih penting, aku puas dengan kegagalan wisata penderitaan saya dengan
tidak lagi melihat ada hewan yang lemas, sekarat ataupun tidak berdaya di KBS.
Surabaya, 14 Agustus 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar