Entah bagaimana nasib tim Brazil kedepannya, setelah
dipermalukan Jerman 7-1 di Estadio Mineiras. Kekalahan tersebut tidak saja
menyakitkan dari segi jumlah, tetapi juga mengingat piala dunia tahun ini pun
digelar di Brazil, di rumah sendiri. Mengutip kata David Luiz setelah kekalahan
di semi final tersebut, Brazil telah menderita banyak, ya banyak, piala dunia
yang digelar di Brazil bukan tanpa kontroversi karena hingga menjelang turnamen digelar aksi protes masih terjadi di
Brazil dengan alasan pemborosan sementara banyak rakyat Brazil masih berkutat
dalam kemiskinan. Seharusnya apabila menang, terlebih lagi juara, itu akan
menjadi penyembuhan dari penderitaan rakyat Brazil.
Saya mempertanyakan bagaimana nasib tim Brazil kedepannya.
Sejarah mengatakan,masyarakat Brazil terutama penggemar sepakbolanya, tidak
serta merta bisa menerima kekalahan. Pada perhelatan Piala Dunia 1950, Brazil
juga menjadi tuan rumah piala dunia. Partai akhir yang menentukan Brazil harus
kalah dari Uruguay dengan skor 2-1 yang mana juga berarti menyerahkan gelar
juara ke Uruguay yang sebenarnya sudah hampir digenggam Brazil. Peristiwa yang
dikenal juga dengan istilah Maracanazo
berbuntut panjang, pemberian gelar juara Uruguay dilakukan tanpa adanya
perayaan. Tim yang memperkuat Brazil saat itu tidak bermain untuk Brazil selama
2 tahun dan tidak bermain di Maracana 4 tahun. Seragam kesebelasan Brazil pun
diganti menjadi seperti yang kita kenal sekarang, kuning-hijau. Kabarnya pun
ada yang bunuh diri akibat kekalahan tersebut.
Kembali ke Indonesia, perhelatan yang juga tidak kalah seru
dari piala dunia adalah pemilihan presiden 2014 yang baru saja dilakukan 9 Juli
kemarin. Hasil resmi pemenang pemilihan presiden belum dirilis oleh KPU, namun quick count yang dilakukan sudah
beberapa lembaga riset sudah merilis hasilnya. Hasil ini berbuntut juga,
masing-masing kubu saling klaim kemenangan dengan dasar quick count versi masing-masing yang kebetulan hasilnya
menguntungkan bagi masing-masing kubu. Dari kubu nomor 1, Prabowo-Hatta
mendasarkan hasil quick count dari 4
lembaga riset sedangkan dari kubu nomor 2 mendasarkan hasil quick
count dari 7 lembaga. Sesungguhnya tidak ada yang pasti tetapi quick count selama ini selalu mendekati
yang pasti tersebut, seandainya selisih pun sebutlah itu margin error karena namanya juga hitung cepat yang metodanya hanya
mengambil sample dari beberapa tempat. Anehnya, hasil quick count yang menjadi dasar masing-masing kubu bisa berbeda,
tidak hanya soal angka tetapi juga hasilnya yang menentukan siapa pemenang
pemilihan presiden kali ini.
Sementara salah satu kubu capres-cawapres sudah sujud
syukur atas kemenangannya menurut quick
count, di kubu yang lainnya suda rame-rame kumpul dan ada juga yang konvoi
merayakan kemenangan juga. Sekali lagi, kedua kubu masih mendasarkan pada hasil
quick count, yang bikin mengidik
adalah apabila ahasil real count versi KPU yang mana hasil resmi pemenang
pemilu tidak sesuai dengan ekspektasi dan hasil quick count versinya, akan
bagaimana nantinya. Melihat aksi saling klaim ini, ngeri juga rasanya karena bisa dilihat ada potensi tidak siap untuk
menerima kekalahan.
Masing-masing Capres-cawapres adalah negarawan, sikap
negarawan tersebut yang sangat penting ditunjukkan pada saat-saat seperti ini,
termasuk untuk legowo. Jangan sampai
salah satu kubu menjadi seperti masyarakat Brazil menyikapi Maracanazo, tidak siap dan tidak mau
mengakui kekalahan. Apabila terjadi demikian, akan banyak hal yang harus
dikorbankan; untuk hal ini stabilitas keamanan misalkan. Sedangkan untuk yang
menang, harus ingat falsafah yang pernah dilontarkan R.M Pandji Sosrokartono; Nglurug tanpa bala, menang tanpa ngasorake
atau menyerang tanpa pasukan, menang tanpa merendahkan. Bagaimanapun pemenang
pemilihan presiden, sebagaimana sesuai konstitusi, baru diketahui setelah
adanya versi resmi dari KPU. Menunggu pengumuman resmi pemenang pemilihan
presiden oleh KPU tanggal 22 Juli nantinya tersebut, mungkin masing-masing
capres-cawapres bisa membahas siapa yang menang, Jerman atau Argentina di final
piala dunia 2014.
Padalarang,
11 Juli 2014